“...mungkin saja
mereka berpikir bahwa dengan menyulut api, belalang akan pergi dan telurnya
habis di makan bara api, karena belalang kembara sudah dua minggu bermukim di
padang ini”
Surya sudah sempurna
di balik bukit, ketika saya meninggalkan desa katikuwai dalam rangka survey
sarana air minum bersama tim teknis PU dan koordinator SPARC Kabupaten Sumba Timur.
Pada garisan bukit
Matawai La Pawu, angin bertiup tanpa terhalang , hingga malam terasa semakin
dingin. Pemandangan yang indah di pagi hari telah tertutup kabut, dan senter
motor menuntun mata selalu fokus pada
jalanan liku berlubang.
Hmmm, udara tak
asing tertangkap oleh penciuman, aroma yang khas di awal musim hujan ketika
petani membakar rerumputan mati di kebun. Di sana, di savana yang jauh, garisan
merah menyusuri bukitan kecil tersusun.
Semakin dekat, udara
malam berubah hangat. Hangatnya itu seakan merayuku tuk sebentar berhenti
menyaksikan bara api menghabisi rumput dan ilalang di padang ternak. Ya,
tepatnya di RT 8 Menggit, Lai Ndeha., di situlah penulis bertemu seorang pria
yang akhirnya ku ketahui berusia 49 tahun. Dengan melilitkan kain sarung ende
di pinggangnya, ia memegang segenggam daunan hijau, sambil berjalan mendekati
api yang membara, dengan batang dan daun itulah ia berusaha membunuh jago
merah.
Penulis berjalan
mendekat dan mengajaknya berbincang-bincang., dari sinilah ku ketahui jika
bapak ini bernama Emanuel Manu, lahir di Atambua pada 16 agustus 1967 malam.,
lalu ibunya meninggal di pagi hari.
Sambil duduk santai
di pinggiran jalan, ia menceritakan perjalanan hidupnya yang mengembara dari
pulau ke pulau. Diawali sejak bersama ayah angkatnya yang tugas ke bali, yang
juga kemudian meninggalkannya untuk kembali kepada sang pencipta. Sepeninggal ayah
angkatnya, ia menghabiskan usia muda di rantauan pulau jawa., dan pada tahun
2003 menginjakkan kaki di pulau sumba, hingga pada tahun 2007 secara resmi
menjadi warga Desa Lai Ndeha.
Setelah asyik
menceritakan perjalanan hidupnya yang mengembara, bapak yang mengaku sudah
memiliki 3 kapling tanah di Desa Lai Ndeha ini menceritakan bahwa, kebakaran
padang di desa lai ndeha terjadi kira-kira sejak jam 12 siang pada tanggal 5
agustus 2016 wita.
Menurutnya, api
tiba-tiba saja muncul dan melahap semua rerumputan, angin dan panas matahari
mempersulit pemadaman., apalagi hanya 3 orang dewasa dibantu beberapa anak
sekolah yang melakukan pemadaman, bahkan 1 rumah alang hampir saja tersulut
api.
Penyebab kebakaran
padang tidak diketahui secara pasti, namun ia memperkirakan bahwa “api bisa
berasal dari puntung rokok pengendara yang lewat, atau bahkan ada yang sengaja
membakar untuk mengusir belalang kembara., mungkin saja mereka berpikir bahwa
dengan menyulut api, belalang akan pergi dan telurnya habis di makan bara api, karena
belalang kembara sudah 2 minggu tidur di padang ini, sudah pasti telurnya
banyak dan jika menetas akan sangat mengkhawatirkan petani.”
Lalu, pertanyaan
besarnya adalah apakah membunuh embrio belalang harus dengan bara api?, atau mungkin???
#anda bisa menjawabnya guysJ