Jumat, 05 Agustus 2016

Si Pengembara matikan Bara untuk Kembara

“...mungkin saja mereka berpikir bahwa dengan menyulut api, belalang akan pergi dan telurnya habis di makan bara api, karena belalang kembara sudah dua minggu bermukim di padang ini”

Surya sudah sempurna di balik bukit, ketika saya meninggalkan desa katikuwai dalam rangka survey sarana air minum bersama tim teknis PU dan koordinator SPARC Kabupaten  Sumba Timur.

Pada garisan bukit Matawai La Pawu, angin bertiup tanpa terhalang , hingga malam terasa semakin dingin. Pemandangan yang indah di pagi hari telah tertutup kabut, dan senter motor  menuntun mata selalu fokus pada jalanan liku berlubang.

Hmmm, udara tak asing tertangkap oleh penciuman, aroma yang khas di awal musim hujan ketika petani membakar rerumputan mati di kebun. Di sana, di savana yang jauh, garisan merah menyusuri bukitan kecil tersusun.

Semakin dekat, udara malam berubah hangat. Hangatnya itu seakan merayuku tuk sebentar berhenti menyaksikan bara api menghabisi rumput dan ilalang di padang ternak. Ya, tepatnya di RT 8 Menggit, Lai Ndeha., di situlah penulis bertemu seorang pria yang akhirnya ku ketahui berusia 49 tahun. Dengan melilitkan kain sarung ende di pinggangnya, ia memegang segenggam daunan hijau, sambil berjalan mendekati api yang membara, dengan batang dan daun itulah ia berusaha membunuh jago merah. 

Penulis berjalan mendekat dan mengajaknya berbincang-bincang., dari sinilah ku ketahui jika bapak ini bernama Emanuel Manu, lahir di Atambua pada 16 agustus 1967 malam., lalu ibunya meninggal di pagi hari.

Sambil duduk santai di pinggiran jalan, ia menceritakan perjalanan hidupnya yang mengembara dari pulau ke pulau. Diawali sejak bersama ayah angkatnya yang tugas ke bali, yang juga kemudian meninggalkannya untuk kembali kepada sang pencipta. Sepeninggal ayah angkatnya, ia menghabiskan usia muda di rantauan pulau jawa., dan pada tahun 2003 menginjakkan kaki di pulau sumba, hingga pada tahun 2007 secara resmi menjadi warga Desa Lai Ndeha.

Setelah asyik menceritakan perjalanan hidupnya yang mengembara, bapak yang mengaku sudah memiliki 3 kapling tanah di Desa Lai Ndeha ini menceritakan bahwa, kebakaran padang di desa lai ndeha terjadi kira-kira sejak jam 12 siang pada tanggal 5 agustus 2016 wita.

Menurutnya, api tiba-tiba saja muncul dan melahap semua rerumputan, angin dan panas matahari mempersulit pemadaman., apalagi hanya 3 orang dewasa dibantu beberapa anak sekolah yang melakukan pemadaman, bahkan 1 rumah alang hampir saja tersulut api.

Penyebab kebakaran padang tidak diketahui secara pasti, namun ia memperkirakan bahwa “api bisa berasal dari puntung rokok pengendara yang lewat, atau bahkan ada yang sengaja membakar untuk mengusir belalang kembara., mungkin saja mereka berpikir bahwa dengan menyulut api, belalang akan pergi dan telurnya habis di makan bara api, karena belalang kembara sudah 2 minggu tidur di padang ini, sudah pasti telurnya banyak dan jika menetas akan sangat mengkhawatirkan petani.”

Lalu, pertanyaan besarnya adalah apakah membunuh embrio belalang harus dengan bara api?, atau mungkin??? #anda bisa menjawabnya guysJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar