Senin, 18 Juli 2016

Belajar dari kearifan lokal petani Humba menangani hama Burung Gagak

"...karena melindungi hasil pertanian tidak harus memusnahkan hama pemangsanya, melainkan memelihara dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem di bumi lestari ini"

Suatu pagi, saya berjalan mengelilingi kebun jagung seorang warga petani di Desa Pambotanjara, Kecamatan Kota Waingapu, Sumba Timur., memotong daun lamtoro untuk makanan ternak kambing adalah tujuan utamaku menyusuri pinggiran kebun jagung, Bapak Stepanus Ndena Nggaba.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari posisiku berdiri menatap dedaunan, bapak berusia 42 tahun itu menyapa dengan hangat. “sore pak Umbu, mari masuk kebun cari jagung muda, tapi jagung pulut sudah terlanjur kering,” ujarnya sambil bangkit berdiri.

Dengan santai, saya pun masuk ke uma ndai (rumah jaga/kebun). Mendekat di gubuk itu, saya mendapati tumpukan serabut kelapa dan kain hitam., saya menjadi heran ketika melihat ‘mainan’ yang dibuat oleh orang tua ini, ya mainan itu menyerupai seekor burung lengkap dengan paruk, sayap dan ekor, semuanya berwarna hitam.,

untuk memenuhi rasa penasaran, saya pun bertanya “Bapak, untuk apa ini semua?”

Petani yang juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang daun lontar ini menjelaskan, bahwa “sabut kelapa digunakan untuk membuat rangka burung, sedangkan kain hitam ini untuk membungkus rangkanya, sehingga benar-benar menyerupai burung gagak yang besar., tujuannya agar burung gagak takut. “

Sekedar diketahui, pada musim jagung ke-2 sekarang ini, petani jagung di Desa Pambotanjara sedang diresahkan oleh serangan hama burung gagak. Sesungguhnya, fenomena hama burung gagak di Sumba bukanlah masalah yang baru, bahkan sudah merupakan salah satu istilah yang tak asing bagi orang sumba dengan “pa bohu gagangu”, yang artinya pencuri seperti burung gagak (kiasan untuk pencuri yang mengambil apa saja yang dilihatnya pada orang lain).

Cerita singkat dari praktek baik cara penanganan hama secara tradisional yang dilakukan oleh Bapak Stepanus Ndena Nggaba, sangat menarik untuk dipraktekkan oleh petani lainnya, sehingga tidak menggunakan bahan racun kimia untuk mengusir hama., karena melindungi hasil pertanian tidak harus memusnahkan hama pemangsanya, melainkan memelihara dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem di bumi lestari ini. SALAM HUMBA

2 komentar: