Sabtu, 14 Juli 2018

PA TANI PEMBURU MONYET

Pa Tani tinggal di Desa Wuaka,  Kecamatan Lattang. Sebuah desa terpencil di Kabupaten Rammang.  Laiknya kehidupan masyarakat di wilayah pedalaman,  bertani adalah aktivitas utama penduduk setempat,  tak terkecuali Pa Tani.  Bapak berusia 15 tahun ini berkebun di pinggir hutan yang rawan gangguan binatang liar.

Monyet! merupakan salah satu binatang pengganggu bagi petani di desa ini,  sehingga mereka pun harus ekstra menjaga kebun sepanjang hari,  begitupun malam harus lembur menjaga tamu lain,  yaitu babi hutan.

Waktu istrirahat keluarga Pa Tani nyaris tak ada. Oleh karena begitu tersiksanya kehidupan Pa Tani yang menjaga hasil kebun siang dan malam.  Pa Tani memutuskan untuk merancang sebuah strategi memerangi hama pengganggu itu.  Pa Tani membuat sebuah panah tradisional,  yang alatnya sudah dipastikan siap terlebih dulu.

Malam itu sangat hening,  suara jangkrik dan kodokpun seolah lelap pada keheningan malam.  Pa Tani tetap asyik membuat sebuah panah tradisional yang berbusurkan kayu dan ujungnya dipasang besi beruncing.  Persis waktu telah menunjukkan 04.00 wita.  Pa Tani berpikir untuk istrahat sejenak di tempat tidur.  Menurutnya,  waktu sudah hampir pagi,  babi hutan biasanya sudah tidak datang pada jam sekitaran itu.

Sementara di tempat tidur,  Pa Tani belum merasakan ngantuk,  dalam pikirnya,  "besok saya akan menghabisi monyet-monyet pengganggu itu dengan panah buatanku". Rasa penasaran itu segera terjawab menjelang jam 07.00 wita.  Ketika tiba-tiba tertangkap di telinga Pa Tani,  PRAAAKKK rupanya itu ada yang patah jagung.  Kebiasaan para monyet mencuri hasil kebun petani.

Mendengar bunyi yang mencurigakan,  perlahan Pa Tani mendekati dengan langkah sangat hati-hati.  BUSSS anak panah terbang dan menghujam perut monyet rakus itu. Hanya sekali memanah,  monyetpun terjatuh dan mati.

Kegiatan memburu monyet dengan panah terus dilakukan Pa Tani, bahkan jumlah monyet yang menyerang hasil kebunnya berkurang drastis. Mendapatkan hasil dari inovasinya itu,  Pa Tani sangat senang. Tanaman aman,  hasil buruan bisa jadi lauk, itulah pikirnya.

Hari-hari adalah waktu yang baik untuk berburu, hingga suatu moment bersejarah tercipta bagi perjalanan hidupnya. Peristiwa itu bermula, saat Pa Tani pergi mengelilingi kebunnya dengan membawa panah tradisionalnya.  Setibanya di sudut barat kebun itu,  Pa Tani melihat seekor monyet sedang asyik makan jagung di atas pohon mahoni.  Pa Tani membidik monyet yang kebingungan itu,  panahannya sangat jitu dan tepat menancap di rahang yg sedang menggigit jagung.

Satu hingga tiga busur panah telah menancap di badan monyet, namun belum juga terjatuh dari atas pohon.  Melihatnya tetap saja tenang,  Pa Tani memperhatikan detail letak masing-masing busur bidikannya, persis pada sasaran mematikan. ANEH,  itulah penilaiannya.

Sambil terpaku heran,  Pa Tani memperhatikan monyet itu turun dari pohon dangan susah payah karena kesakitan. Perlahan,  monyet itu semakin dekat di tanah.  Pa Tani kaget karena monyet yang di panahnya sedang menyusui bayi yang melekat di badannya. Monyet mendekat di tempat Pa Tani berdiri. Dengan tangannya berlumuran darah, mama monyet melepas rangkulan anaknya dengan paksa.  Sambil meneteskan air mata,  mama monyet meletakkan ananaknya di atas tanah, lalu terkapar di hadapan balitanya yang akan jadi yatim piatu.

SONTAK,  rasa iba merasuki perasaan Pa Tani, hatinya hancur dihantui rasa bersalah. Awalnya penuh dengan amarah dan benci,  seketika berubah sedih dan pilu. Kebenciannya pada hama perusak, telah mengantarkannya pada rasa bersalah yang tiada batas. "Untuk membalas kesalahanku,  meski tak harus ku bangkitkan kembali mama anak monyet malang ini,  maka harus ku bawa untuk ku besarkan, melepasnya kembali demi lahirnya generasi baru monyet". keputusan akhir Pa Tani.

Bulan demi bulan telah dilalui bersama anak monyet piaraannya.  Pa Tani berpikir kembali.  Monyet ini semakin dewasa,  dia perlu nikah,  rumahnya di hutan,  makannya buah-buahan.  Sekarang,  Pa Tani mulai menanam tanaman buah di pinggiran kebunnya. Pa Tani memilih jenis tanaman yang bisa matang bersamaan dengan musim jagung. Tujuannya jelas, agar para keluarga monyet tidak memakan hasil tani karena kelaparan.  Tetapi mereka bisa kenyang dari makanan buah yang di tanam pada pinggir kebun.

Ide Pa Tani benar-benar ampuh,  setelah 3 tahun berjalan.  Tanaman sudah berbuah dan matang pada saat yang sama dengan jagung di kebunnya. Monyet bahagia karena kenyang dari buah Pa Tani,  Pa Tani pun riang karena hasil kebunnya tak lagi diganggu para monyet.

#HANYA cerita fiksi, yang terinspirasi dari cara seorang petani padi ladang di Desa Mbatakapidu. Ketika tanam padi di kebun dekat hutan,  selalu diganggu oleh burung. Lalu ia punya ide,  agar tidak lelah menjaga burung, sebaiknya tanam sorgum di pematang,  agar burung kenyang dari sorgum dan tidak sampai makan padi :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar